Aku masih diam disini. Diantara
rerumputan hijau menyegarkan mata. Memandang awan dengan pikiran yang
berkelana. Namaku Larasita, dan aku tidak ada duanya.
***
Besok adalah hari dimana aku dan Reksa
tepat empat bulan menjalin hubungan yang penuh komitmen ini. Aku berniat pergi
ke pusat perbelanjaan untuk membeli beberapa barang yang bisa aku gunakan untuk
merayakan hari jadi kami. Sendirian.
Aku mengaitkan sepasang headset yang
sudah mendendangkan lagu-lagu klasik favoritku ke dalam lubang telingaku. Salah satu kebiasaanku, adalah berjalan di
sepanjang trotoar sembari mendengarkan lagu-lagu klasik atau lagu-lagu
inspiratif yang bisa menggugah pikiran positifku. Hiruk pikuk jalanan di
sampingku menjadi tak berarti, malah sering kujadikan hiburan karena melihat
wajah-wajah kesal orang yang terjebak macet itu, lucu.
Sepasang flatshoes cokelatku kini
sudah berpijak diatas lantai marmer sebuah pusat perbelanjaan besar di kotaku.
Salah satu pusat perbelanjaan para kaum jetzet
dan sosialita. Mahal? Tidak kok, tidak semua toko disini membandrol dagangannya
dengan harga yang tak bisa diterima logika. Apalagi logikaku. Disini ada satu
toko unik yang menjual berbagai pernak-pernik unik yang harganya lumayan
terjangkau oleh kalangan pelajar dan mahasiswa macam aku. Nama toko ini
“Scoop”.
Sesampainya di Scoop, aku tidak
bingung melihat banyak wanita berseragam putih abu sedang berkeliaran disana,
karena Scoop memang cukup luas. Scoop membagi zona jualnya menjadi empat. Girls
zone, Boys zone, Magic zone dan Vintage zone. Keempatnya sudah aku jelajahi,
dan keempatnya sangat keren. Aku seperti masuk ke dunia yang berbeda dalam
waktu bersamaan. Hmm, kini aku di Girl zone, tentu saja. Aku melihat banyak
pilihan hadiah anniversary disana. Ada jam pasir warna warni yang bisa diberi
kata-kata, setoples bintang-bintang berglitter,
sampai boneka yang bisa diisi rekaman suara kita.
Pilihanku jatuh pada sebungkus kertas
origami mengkilat. Kenapa? Semua benda tadi memang lucu, tapi sayangnya, semua
benda tadi dibuat oleh orang lain. Aku tidak mau Reksa menerima hadiah manis
yang bukan berasal dari tanganku sendiri. Aku akan membuat burung-burung
origami yang kugantung pada sebuah ranting pohon mati di padang rumput ilalang
favoritku. Akan kukenalkan Reksa pada taman ilalang kesukaanku.
Semalam suntuk aku membuat
burung-burung origami untuk kugantung bersama Reksa besok hari. Tiap burung
origami, sudah aku jait dengan benang wol untuk menggantung mereka. Aku tau,
nantinya burung-burung ini tidak akan berguna apa-apa, aku yakin ada
orang-orang yang berpikir seperti itu. Tapi, aku meyakini, terciptanya
burung-burung ini menjadi bukti kesungguhan kita, terutama kaum wanita kepada
pasangan kita. Menciptakan burung-burung ini tidak sebentar, tidak mudah, dan
tidak gratis. Semuanya bisa aku lakukan, bahkan menciptakan seribu burung
origami pun aku bisa, hanya untuk sebuah nama yang kuyakini bisa
membahagiakanku. Reksa.
***
27 November
Aku sengaja tidak menghubungi Reksa
dari dua hari yang lalu. Seperti gadis gadis lainnya, aku ingin melihat Reksa
khawatir padaku. Aku ingin lihat seberapa kehilangannya Reksa padaku. Dan, aku
ingin saat aku memberinya kejutan di hari jadi kami, dia terharu karena tidak
pernah menyangkanya. Ah, sungguh indah bayangan di benakku ini.
Bel pulang sekolah sudah berbunyi. Aku
segera membereskan barang bawaanku dan berlari ke tangga menuju kelas Reksa.
Dan sepi. Kudapati kelas Reksa sepi.
Kemana Reksa? pikirku.
Aku menuruni tangga dan menemukan
salah satu teman main Reksa. “Gan, liat Reksa? Kok kelasnya sepi yah?” tanyaku.
“Oh.. dia tanding basket, Ta.. di GOR
yang biasa. Lagi semifinal tuh rame banget.”
Tanpa pikir panjang, aku segera menuju
GOR yang biasa dijadikan tempat bertanding basket itu yang jaraknya tidak jauh
dari sekolahku.
Semi final hari ini, SMA Cipta Bangsa
melawan SMA Pelita. Salah satu sekolah elite, tapi terkenal brutal.
Aku masuk ke gedung GOR yang panas.
Sorak sorai seketika membahana membuat kupingku pengang. Ramai sekali disini.
Aku berusaha mencari celah kosong
untuk melihat pemain di lapangan. Untunglah badanku mungil, aku jadi tidak
terlalu sulit mencari tempat kosong di pinggiran pagar penghalang. Kusiagakan
mataku untuk mencari sosok Reksa yang ternyata tengah bermain. Dia sangat mempesona dengan kulit
kecokelatannya.
Beberapa menit kemudian permainan
berhenti. Kemenangan untuk sekolah kami.
Aku berjalan cepat menuju ruang ganti
para pemain. Selama menuju ruang ganti, mataku masih dapat menangkap sosok
Reksa yang tengah memainkan ponselnya. Segera saja aku mengambil ponselku
hendak menghubunginya.
Reksaku. Klik.
Aku menempelkan ponsel ke kuping, tapi
tak ada suara telepon terhubung. Aku mencari sosok Reksa, sedang berbicara
melalui ponselnya. Ada yang menelepon
Reksa, sebelum aku?
Aku berhenti berjalan. Kemudian
memperhatikan Reksa dari atas bangku penonton. Reksa sudah tidak menelepon,
tapi dia berlari kecil ke arah gerbang keluar. Aku masih bisa melihat
punggungnya sedikit. Reksa menunggu
siapa? Hatiku berdegup.
Beberapa menit berlalu. Reksa kembali.
Dengan seorang gadis.
Reksa kembali dengan merangkul seorang
gadis tepat di hari jadi kami yang masih berumur empat bulan. Itu gadis dari
SMA Pelita. Wajahnya nakal dengan pakaian ketat dan rok pendek diatas lutut.
Seketika lututku lemas. Aku terduduk
di bangku tempat aku berdiri dengan mata yang mulai panas. Baru saja dua hari
aku tidak menghubunginya, Reksa sudah bisa merangkul gadis lain sebagai
pengganti bahuku selama empat bulan ini bahkan lebih.
Tapi, harusnya aku tidak terkejut.
Dari awal aku sudah tau Reksa itu playboy.
Kecuali jika di awal aku meyakini Reksa adalah laki-laki baik-baik, mungkin aku
wajar menangis di tengah kerumunan manusia seperti ini. Tapi, ini Reksa, dia
bukan laki-laki yang baik, dan aku tau itu sejak awal. Kenapa aku masih saja menangis? Hatiku bergumam. Tidak, ini bukan
soal dia laki-laki baik atau bukan. Memang itu juga sebuah alasan. Tapi, yang
kualami ini lebih dari itu. Aku menangis bukan karena Reksa harusnya laki-laki
baik, tapi aku menangis karena aku sudah menyimpan kepercayaan itu pada Reksa.
Iya, karena aku sudah percaya. Dan Reksa menghianatinya. Itu yang membuat aku menangis. Siapapun, jika
kepercayaannya dikhianati pasti sedih. Pasti.
Aku berlari tanpa arah keluar dari
gedung dan meninggalkan sorak sorai orang-orang yang seakan menertawakan sakit
hati yang kualami.
“Cowok brengsek. Sekali playboy, tetep
aja playboy!” umpatku sambil berlari. Lalu, Brakkk!!!
Tubuhku menabrak seorang laki-laki berpakaian necis yang… tampan.
To be continued…
Komentar
Posting Komentar