Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2015

Balada Hati, Senja..

Angin berhembus kencang, hingga menerbangkan rok biru muda yang dipakai Senja. Angin itu tanda kereta api telah datang. Ya, Senja ada di stasiun. Berdiri. Diam. Menanti. Dia menyandarkan tubuhnya pada tiang penyangga peron yang menjulang. Memakai kemeja blouse warna salem dan rok biru muda berkibar bersama rambutnya yang sudah mulai lebih panjang. Di sela-sela telinganya terlihat kabel earphone putih tersambung ke Ipod di dalam tas mungil yang Ia cangklong. "Itsudemo sagashite iru yo dokka ni kimi no sugata o mukai no hoomu rojiura no mado.."  Bibirnya menggumamkan lagu yang sedang didengarnya. Sebuah lagu Jepang kesukaannya saat ini. Menceritakan kasih tak sampai milik tokoh utama dalam lagu tersebut. Laki-laki yang selalu mencari sosok wanita yang dicintainya di setiap peron yang berlawanan, bahkan di jendela rumah. Senja tersenyum kecut. "Cih. Laki-laki idaman banget nih." katanya. Lalu menghela nafas. Pengeras suara di stasiun meneriakkan bahwa kereta

Balada Hati, Senja...

Senja tak pernah bermimpi, hanya berharap. Menanti detik demi detik waktu berganti. Terus melukis mega menjadi jingga. Meski Senja tahu, bulan purnama ‘kan datang menyinari. *** Gemericik suara hujan masih terdengar di luar jendela. Seperti tahu ada yang sedang meratapinya dari dalam jendela. Senja tersenyum. Matanya menerawang keluar jendela. Melihat orang-orang berlarian menghindari hujan. Lalu terkekeh. “Kenapa mereka harus berlari menghindari hujan, kalau mereka bisa menari menikmatinya?” Bisiknya pada diri sendiri. Senja Adiraga. Gadis muda penuh talenta, dan cinta. Seluruh harinya hanya ada bahagia. Meski di satu masa pernah merasakan luka. Tapi, dia tetap ceria. Senja tak pernah menggerutu, kecuali melihat orang lain menggerutu di hadapannya. Senja tak pernah mengutuk, kecuali hatinya benar-benar merasa tertusuk. Cipratan demi cipratan sisa air hujan berterbangan di sekitar Senja. Sepatu boots biru lautnya terus menghantam genangan sisa air hujan hin

Aku..

Selamat malam.. Aku baru saja ingin mengucap namamu, tapi kamu sudah muncul dahulu dalam khayalku. Hari ini sungguh lelah, tapi terasa indah kala memikirkanmu. Andai matahari tahu perasaanku, mungkin ia akan tersipu malu, hingga pagi pun akan terlambat bangun, dan tetes embun tetap lelap tertidur. Andai rembulan tahu perasaanku, mungkin ia akan berubah menjadi biru, hingga para bintang ikut tersedu. Andai... andai... andai... Andai dunia tahu perasaanku, mungkinkah ia akan berhenti berputar karenamu? Ttd : Aku

Kupu - kupu Alila...

Hati ini berdebar. Berbunga. Bergejolak. Hati ini dipenuhi warna merah muda. Digelitiki ratusan ekor kupu-kupu. Lagi-lagi, hati ini berbunga. Hati ini jatuh cinta. Udara dingin menulusup tajam ke tulang rusukku. Pukul 10 malam. Aku masih terjaga, dibalut piyama hitam-putih kegemaranku, memandang ratusan juta bintang yang tertatap oleh sepasang mata bulatku dari gazebo belakang rumah. Namaku, Alila. Dan aku pecinta bintang. Bintang itu genit, selalu kedapatan sedang memandangku ketika aku mendongak. Udara yang sama menelusup tulang rusuk pecinta bintang yang lain. Dia masih terjaga. Memandang bintang bukan hanya sebagai benda langit tak bernyawa. Di matanya, bintang adalah anugerah semesta. Cara semesta memberitahu kita, bahwa dunia tak hanya tentang kita. Ada mereka, bintang-bintang yang seakan berbisik. Baginya, bintang adalah cara, menyampaikan isi hatinya pada orang terkasihnya. Namanya, Angga. Dan dia pecinta bintang. Bintang itu pemalu , katanya. *