Langsung ke konten utama

Balada Hati, Senja...

Senja tak pernah bermimpi, hanya berharap.
Menanti detik demi detik waktu berganti.
Terus melukis mega menjadi jingga.
Meski Senja tahu, bulan purnama ‘kan datang menyinari.

***

Gemericik suara hujan masih terdengar di luar jendela. Seperti tahu ada yang sedang meratapinya dari dalam jendela.
Senja tersenyum. Matanya menerawang keluar jendela. Melihat orang-orang berlarian menghindari hujan. Lalu terkekeh.
“Kenapa mereka harus berlari menghindari hujan, kalau mereka bisa menari menikmatinya?” Bisiknya pada diri sendiri.

Senja Adiraga. Gadis muda penuh talenta, dan cinta. Seluruh harinya hanya ada bahagia. Meski di satu masa pernah merasakan luka. Tapi, dia tetap ceria.
Senja tak pernah menggerutu, kecuali melihat orang lain menggerutu di hadapannya. Senja tak pernah mengutuk, kecuali hatinya benar-benar merasa tertusuk.

Cipratan demi cipratan sisa air hujan berterbangan di sekitar Senja. Sepatu boots biru lautnya terus menghantam genangan sisa air hujan hingga terpental kesana kemari. Senja dengan mode bertahan paling aman dari hujan. Jas hujan, payung tembus pandang dan sepatu boots biru lautnya. Ditambah earphone yang dikaitkan di kedua lubang telinganya. Senja siap menari dibawah derasnya serangan hujan.

Umur Senja 21 tahun, dan Senja masih tahu cara bahagia paling sederhana. Tersenyum dibawah rintik hujan.

“Kak Senja, sini sini....” Teriak seorang anak dari kejauhan. Bocah berkulit hitam, berambut ikal. Bernama Anom.
Senja tak segan berlari kearahnya. Mengusap rambut Anom yang basah. “Anom lagi Anom lagi yang selalu nemenin kak Senja hujan-hujanan.” Ujarnya. Diiringi kekehan Anom yang renyah.
“Yuk ke taman, kak” Anom menarik lengan Senja dengan antusias.
“Neng Senja, nggak takut sakit hujan-hujanan gitu?” Tanya seorang pedagang toko klontong di sela-sela perjalanan ke taman.
“Nggak bu, kalau semua orang takut sama hujan.. nanti kalo hujannya ngambek terus nggak mau turun lagi disini, gimana? Haha” Senja menjawab sambil lewat.

Disaat semua orang mengumpat dan membenci hujan. Senja dan Anom selalu jadi sejoli yang terus merayu hujan untuk kembali.

***

Senja kini berdiri di bawah teriknya matahari. Wajahnya mendongak menatap matahari. Matanya beberapa kali mengedip terpapar silaunya cahaya matahari. Sampai sepasang telapak tangan nan kokoh menutupi matanya penuh kasih sayang.

Senja berbalik.

Sebilah senyum mesra menghiasi wajah laki-laki di belakang Senja. Matanya berkedip manja pertanda dia menanti Senja ke pelukannya. “Nggak bisa berhenti natap matahari lagi hari ini?” Ujar laki-laki jangkung itu buka suara.
Senja terkekeh. Lalu menggelengkan kepalanya. “Nggak. Sampai ada kedua telapak tangan ini datang menghalangi” jawab Senja pura-pura kesal.
Laki-laki tadi tertawa renyah. “Jadi aku salah nih?” Tanyanya menggoda. Masih dalam posisi lengan diatas kepala Senja.
“Hehe.. engga kok. Nggak ada yang salah di dunia ini. Termasuk kamu. Termasuk kita.” Senja tersenyum. Lalu melingkarkan kedua tangannya di pinggang laki-laki di hadapannya. Membenamkan wajahnya yang tersenyum. Menanti belaian penuh kasih sayang dari tangan kokoh laki-laki yang dicintainya.

Jika Semesta berkenan, Senja hanya ingin terus merayakan cinta gila miliknya dan pujaan hatinya. Jika Semesta berkenan, Senja hanya ingin menyulam rasa bersamanya. Merasakan angin yang mesra hingga menatap ribuan bintang berdua.

Sekalipun Semesta menentang... Senja percaya, Nirwana akan datang menahan.

***

Kisah Senja belum usai..

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Surat Pengakuan Kinan

Aku berjalan cepat mengejar bis yang setiap harinya menuntutku untuk lebih gesit dari hari kemarin. Kaki-kaki kecilku melompati genangan demi genangan air sisa hujan semalam. Aku, dengan setelan serba gelap, seragam yang dibalut cardigan hitam, rok abu-abu, black flat shoes , dan tas hitam yang menggantung di pundak tangan kananku. Kaki-kaki kecilku semakin lambat berlari. Deru nafasku semakin jelas terdengar, naik-turun, tak terkendali. Rasanya lelah setiap pagi harus mengejar bis yang sama agar aku bisa sampai di sekolahku yang sangat-sangat jauh itu dengan biaya yang sangat-sangat murah. Jari-jariku melepaskan tiga lembar uang ribuan ke tangan kenek bis yang terus-menerus menggerakkan lengannya naik-turun hingga timbul dentingan-dentingan dari koin yang saling beradu. Aku mendapat kursi di belakang sopir bis. Beruntung, pagi ini aku tidak berdiri dengan tangan kanan terangkat, walaupun, teman sebangku-ku ini juga tidak bisa dikatakan beruntung, bapak setengah ...

Review & Testimoni NEOGEN Bio-Peel Gauze Peeling Lemon

Annyeonghaseyooooo ^^ Postingan ini adalah tulisan pertama aku yang mereview sebuah produk skin care Korea yang aku pakai. Fyi guys , tulisan ini bukan endorse or paid promote loh yah, ini murni review atau testimoniku mengenai produk dari merk yang sudah aku pakai dalam beberapa waktu. Here it is .. NEOGEN Bio-Peel Gauze Peeling Lemon Produk skin care Korea pertama yang aku review adalah si kuning ini, Neogen Bio-Peel Gauze Peeling Lemon. Pertama kali tahu soal produk ini dari vlogger favorite aku yang melakukan demo menggunakan Neogen Bio-Peel ini yang keliatannya sangat moist banget sewaktu dipakai. Setelah stalking dan baca review disana-sini, akhirnya aku memutuskan untuk membeli produk Neogen Bio-Peel Gauze Peeling Lemon. Kenapa lemon? Padahal Neogen ini mengeluarkan 3 varian yaitu Neogen Bio-Peel Gauze Peeling Lemon, Neogen Bio-Peel Gauze Peeling Wine, dan Neogen Bio-Peel Gauze Peeling Green Tea. Jawabannya adalah tergantung kebutuhan kulit ki...

Namaku, Rindu...

Namaku Rindu, Ketika kita tidak saling bertemu Ketika panca indra tak mampu merasakan kehadiran kamu Ketika raga tak bisa lagi merasakan sentuhanmu Dan ketika detak jantung sudah tak berirama jika mengucap namamu Panggil aku rindu, Perasaan sesak di dada yang tak mampu menuruti keinginan jiwa Perasaan sakit saat aku tahu bahwa kamu tak ada lagi di sekeliling raga Aku rindu dan aku tersiksa Sebut aku rindu, Saat air mata menjadi bukti nyata adanya rasa pilu Saat hanya air mata yang mampu ikut merasakan rasa itu Saat air mata, adalah satu-satunya ekspresi jiwa yang bisa diluapkan seketika itu Ketika rindu itu merajalela Aku rindu dan aku sengsara Kenapa kamu harus pergi begitu jauh? Kenapa harus ada jarak untuk perasaan kita? Dan kenapa aku tak mampu untuk menerima jawaban yang ada... Kamu... aku rindu kamu.. Aku tak ingin menyalahkan keadaan, tapi keadaan memaksaku untuk mengumpatnya. Aku benci rasa rindu.. Sesak, kosong, dan merana.. Aku...